Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Monday 7 April 2014

Makna Khosyyah dan Khusr Dalam A-Qur'an

Tulisan dibawah ini adalah cuplikan dari makalah yang aq buat bareng dengan dua temen terkeren q. namanya Fatih sama Ridha. emang masih gambaran besar sih, tapi semoga saja bisa digunakan sebagai referensi awal bagi temen-temen lah.. :)
Makna Khosyyah dan Khusr Dalam al-Qur'an

1.      KHOSYYAH
a.      Pengertian Khosyyah
Khosyyah secara etimologi adalah bentuk mashdar dari Fi'il Madhi خشي – يخشى – خشية . yang mempunyai arti takut. Ibnu Mandhur mengartikan Khosyah sebagai Khauf,  yakni rasa takut[1]. al-Raghib al-Asfihani juga menjelaskan dengan detail dan spesifik dalam kitabnya Mu'jamu Mufradati Alfadzil Qur'an, makna dari kata Khosyyah, yaitu rasa takut yang  dilandasi dengan sikap mengagungkan. Kebanyakan dalam penggunaan kata tersebut didasari dengan pengetahuan mengenai hal tersebut (sesuatu yang ditakuti). Oleh karena itu kata khasyyah tersebut dikhususkan hanya untuk para ulama.
Selain itu, Abu Hilal al-Askari dalam kitabnya al-Furuq al-Lughawiyyah juga menjelaskan bahwasanya Khosyyah adalah suatu perasaan yang muncul ketika merasakan keagungan dan wibawa sang Pencipta, takut terhalang dengan-Nya. Perasaaan ini hanya muncul bagi orang yang mengetahui kebesasaran Allah dan merasakan nikmatnya ber-taqarrub (dekat) kepada Allah. Karena itu Allah SWT berfirman: " Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama". Lebih jauh lagi beliau menjelaskan lafadz khauf  _yang kalu kita artikan dalam bahasa indonesia adalah takut (sama dengan khosyyah)_ bahwasanya Khauf itu berhubungan dengan sesuatu yang dibenci dan meninggalkan sesuatu tersebut. Al-Thusi juga berpendapat bahwasannya meskipun Khasyah dan Khauf dari segi bahasa mempunyai makna yang sama, namun keduanya mempunyai sense (rasa) yang  berbeda.
a.      Khosyyah dalam al-Qur’an
Di dalam al-Qur'an , kata Khosyyah dalam berbagai bentuk derivasinya sejauh yang ditemukan oleh penulis sebanyak 48 kata.[2] Menggunakan fi’il madhi sebanyak 6 kali, fi’il mudhori’ sebanyak 29 kali, fi’il amr sebanyak 5 kali, dan mashdar sebanyak 8 kali. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Lafadz
Jumlah
خشي
4 kata
خشيت
1 kata

خشينا
1 kata
تخشى
3 kata
تخشاه
1 kata
تخشوا
1 kata
تخشون
1 kata
أتخشونهم
1 kata
تخشوه
1 kata
تخشوهم
2 kata
نخشى
1 kata
يخش
3 kata
يخشى
6 kata
يخشاها
1 kata
يخشون
7 kata
يخشونه
1 kata
واخشوا
1 kata
واخشون
2 kata
واخشوني
1 kata
فاخشوهم
1 kata
خشية
7 kata
خشيته
1 kata





b.      Ragam Makna Khosyyah Dalam al-Qur'an
Didalam al-Qur’an sendiri, kata khosyyah memiliki makna yang sangat bermacam-macam, dengan kata lain bahwa kata khosyyah itu tidak mesti bermakna rasa takut yang timbul karena sikap mengagungkan dan takut akan wibawa sang Pencipta seperti apa yang telah dijelaskan pada definisi diatas. Makna khosyyah bisa berubah sesuai dengan konteks ayatnya. Diantara makna khosyyah adalah:
1.      Bermakna Rasa Takut Akan Kebesaran Allah SWT
a.       Surat Fathir: 28
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (28)
Artinya: "Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". (QS. Fathir: 28)
  Dalam tafsirnya At-Thabari menjelaskan bahwa kata khasyah diatas adalah rasa takut yang dimiliki oleh seseorang karena adanya pengetahuan yang ia miliki. Sedangkan dalam kitab Mafatih Al-Ghaib karya Ar-Razi disebutkan bahwa khasyyah atau rasa takut tersebut dimiliki seseorang berdasarkan keilmuan yang dimilikinya. Hal ini sebagaimana ayat إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ (al-Hujurat:13(yang menerangkan bahwa sebuah karamah (kemuliaan) didapatkan sesuai dengan kadar ketaqwaan yang dimiliki oleh seseorang.
b.      Surat al-Mu'minun: 57
إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (57)
Artinya: " sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan adzab Tuhan mereka” (QS. almu’minun: 57)
Didalam kitab Jami’ al-Bayan, at-Thabari menerangkan bahwa khasyah adalah perasaan takut yang menyebabkan seseorang akan berusaha untuk terus berbuat baik untuk mencapai ridha Allah. Sedangkan dalam kitab Mafatih al-Ghaib diterangkan bahwa khasyah adalah rasa takut yang disertai dengan perasaan lemah, minder dan pesimis terhadap keagungan yang dihadapi. Dikarenakan perasaan takut tersebut maka seseorang akan sebisa mungkin menjauhi hal-hal yang dilarang dan berusaha untuk mencapai ridha Allah.
2.      Bermakna Rasa Takut secara Umum
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا(31)
Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al-Isra': 31)
Menurut al-Thabari, Khasyah pada ayat di atas adalah berarti al-Khauf (rasa takut), خوف إقتار وفقر[3] Yakni rasa takut akan kemiskinan, tidak mampu memberi makan kepada anak-anaknya.
3.      rasa takut yang berlebihan
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا) 77(
Artinya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.
Dalam kitabnya at-Thobari dan ar-Razi mengatakan bahwa kata khasyah yang berada dalam ayat ini adalah rasa takut yang timbul pada hati orang2 munafik yang takut kematian dalam pepearngan. Hal ini dikarenakan mereka masih menikmati indahnya hidup dan menganggap kematian adalah hal yang sangat menakutkan, sehingga mereka takut terhadap musuh-musuh yang memerangi mereka dan bahkan rasa takut mereka lebih besar dari pada rasa takut mereka kepada Allah.
4.      Rasa takut yang menunujukkan kepasrahan pada Allah
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ(150)
Artinya : Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang lalim di antara mereka. Maka janganlah kamu, takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
Pada ayat diatas ar-razi berpendapat bahwa sudah sepatutnya rasa takut itu hanya disandarkan pada Allah bukan kepada mereka –dalam hal ini orang kafir-, karena walau bagaimana pun manusia tidak mempunyai kemampuan apapun dalam melakukan sesuatu kecuali telah dikehendaki oleh Allah.
2.      KHUSR
a.      Pengertian Khusr
Secara etimologi berasal dari kata خسر-يخسر-خسران  yang artinya adalah merugi atau menderita kerugian[4].
Sedangkan dalam kitab Mu’jam Mufradat Li Alfadz Al-Qur’an disebutkan bahwa khusr adalah merugi, yang kemudian dikaitkan dengan kondisi manusia. Kerugian ini bukan hanya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan urusan duniawi manusia, namun juga berkaitan dengan urusan ukhrowi mereka. Jika digunakan dalam kondisi duniawi, maka berarti makna dari khusr disitu adalah kerugian yang diderita manusia dalam hal perdagangan, kekuasaan, dan lain sebagainya. Sedangkan kerugian yang berkaitan dengan urusan ukhrowi manusia adalah kerugian yang disebabkan karena pembangkangan mereka terhadap nilai-nilai agama, yaitu dalam hal keimanan, ganjaran, keselamatan, dan lain sebagainya.
b.      Khusr Dalam Al-Qur’an
Dalam al-qur’an ada 6 ayat yang mengandung kata khusr dengan sekitar 8 kali penyebutan, yaitu :
خسر
5 kali
خسران
2 kali
خسْر
1 kali

c.       Ragam Makna Khusr Dalam Al-Qur’an
Adapun ragam makna khusr dalam al-qur’an adalah sebagai berikut :
1.      Kerugian yang besar
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا (119)
Artinya : Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?
At-thobari berkata bahwa orang yang bersandar dan berlindung dibelakang syetan ia hanya akan mendapati kerugian yang besar. Hal ini tercermin dari pengulangan kata khusr yang dalam bahasa arab biasanya disebut dengan ta'kid. Begitu juga hal yang disampaikan oleh ar-razi bahwa janji syaitan kepada manusi hanyalah sebuah kebohongan belaka, yang oleh karenanya banyak manusia merugi.
2.      Penyesalan
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ (31)
Artinya : Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya.  Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.
Dalam kitabnya ar-razi menggambarkan bahwa manusia telah diberkati oleh Allah dengan bentuk akal, jasmani dan rohani yang sempurna. Dikarenakan hal-hal tersebut, manusia mampu menjadikan hidupnya lebih mudah dan fleksibel. Namu hal itu akan merugikan jika tidak digunakan sebaik-baiknya, apalagi jika manusia tersebut mendustakan ayat-ayatnya. Yaitu dengan gambaran orang yang menanam sesuatu yang tidak mungkin tumbuh, yang ketika manusia itu sudah sampai dipenghujung umurnya ia tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari tanamannya tersebut. Sedangkan menurut at-thobari bahwa merugilah orang yang menggadaikan keimanannya dengan kekafiran. Karena ia tidak akan mendapatkan sedikitpun kemanfaat darinya apalagi kelak ketika ia telah meninggal dan dibangkitkan.
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (45)
10:45. Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat saja di siang hari (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.
Dijelaskan dalam kitab Jami’ al-Bayan bahwa orang-orang kafir ketika tengah dihisab mereka seolah orang yang linglung, masih mengira bahwa mereka sebelumnya masih bercengkrama dengan para sahabat dan kerabatnya dan tidak menyangka bahwa saat itu mereka sudah dihadapkan pada keadilan Allah. Sedangkan dalam kitab Mafatih al-Ghaib juga dijelaskan bahwa keadaan manusia –mu’min maupun kafir- ketika dibangkitkan mereka seolah orang yang baru bangun tidur dan masih merasakan kehangatan bercengkrama antar manusia, bedanya dalam hal ini orang mu’min sudah mempersiapkan liqa’ rabbahu, sedangkan orang kafir menyesal karena tidak mendapat manfaat apapun pada tiap-tiap cengkrama mereka itu. Hal ini disebabkan orang-orang kafir tidak mentadabburi ayat-ayatNya dan malah mendustakannya.
Dari pemaparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya khusr adalah sebuah kerugian yang amat besar yang dipikul oleh seseorang jika ia mendustakan agama Allah dan berpaling dari agama tauhid. Terlebih lagi jika ia tidak beriman hingga ujung waktunya dan menjadikan syaitan sebagai sandarannya.


[1] Ibnu Mandhur, Lisanul Arab,Juz 14 hlm. 228,  CD Room Maktabah Syamilah
[2] Sesuai dengan penghitungan manual penulis pada al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadzil Qur'an
[3] Al-Thabari, Jami'ul Bayan fi Ta'wili Ayi al-Qur'an, juz 17 hlm. 436, Maktabah Syamilah
[4] Aplikasi kamus Arabic versi 2.1

0 comments:

Post a Comment

Monday 7 April 2014

Makna Khosyyah dan Khusr Dalam A-Qur'an

Tulisan dibawah ini adalah cuplikan dari makalah yang aq buat bareng dengan dua temen terkeren q. namanya Fatih sama Ridha. emang masih gambaran besar sih, tapi semoga saja bisa digunakan sebagai referensi awal bagi temen-temen lah.. :)
Makna Khosyyah dan Khusr Dalam al-Qur'an

1.      KHOSYYAH
a.      Pengertian Khosyyah
Khosyyah secara etimologi adalah bentuk mashdar dari Fi'il Madhi خشي – يخشى – خشية . yang mempunyai arti takut. Ibnu Mandhur mengartikan Khosyah sebagai Khauf,  yakni rasa takut[1]. al-Raghib al-Asfihani juga menjelaskan dengan detail dan spesifik dalam kitabnya Mu'jamu Mufradati Alfadzil Qur'an, makna dari kata Khosyyah, yaitu rasa takut yang  dilandasi dengan sikap mengagungkan. Kebanyakan dalam penggunaan kata tersebut didasari dengan pengetahuan mengenai hal tersebut (sesuatu yang ditakuti). Oleh karena itu kata khasyyah tersebut dikhususkan hanya untuk para ulama.
Selain itu, Abu Hilal al-Askari dalam kitabnya al-Furuq al-Lughawiyyah juga menjelaskan bahwasanya Khosyyah adalah suatu perasaan yang muncul ketika merasakan keagungan dan wibawa sang Pencipta, takut terhalang dengan-Nya. Perasaaan ini hanya muncul bagi orang yang mengetahui kebesasaran Allah dan merasakan nikmatnya ber-taqarrub (dekat) kepada Allah. Karena itu Allah SWT berfirman: " Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama". Lebih jauh lagi beliau menjelaskan lafadz khauf  _yang kalu kita artikan dalam bahasa indonesia adalah takut (sama dengan khosyyah)_ bahwasanya Khauf itu berhubungan dengan sesuatu yang dibenci dan meninggalkan sesuatu tersebut. Al-Thusi juga berpendapat bahwasannya meskipun Khasyah dan Khauf dari segi bahasa mempunyai makna yang sama, namun keduanya mempunyai sense (rasa) yang  berbeda.
a.      Khosyyah dalam al-Qur’an
Di dalam al-Qur'an , kata Khosyyah dalam berbagai bentuk derivasinya sejauh yang ditemukan oleh penulis sebanyak 48 kata.[2] Menggunakan fi’il madhi sebanyak 6 kali, fi’il mudhori’ sebanyak 29 kali, fi’il amr sebanyak 5 kali, dan mashdar sebanyak 8 kali. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Lafadz
Jumlah
خشي
4 kata
خشيت
1 kata

خشينا
1 kata
تخشى
3 kata
تخشاه
1 kata
تخشوا
1 kata
تخشون
1 kata
أتخشونهم
1 kata
تخشوه
1 kata
تخشوهم
2 kata
نخشى
1 kata
يخش
3 kata
يخشى
6 kata
يخشاها
1 kata
يخشون
7 kata
يخشونه
1 kata
واخشوا
1 kata
واخشون
2 kata
واخشوني
1 kata
فاخشوهم
1 kata
خشية
7 kata
خشيته
1 kata





b.      Ragam Makna Khosyyah Dalam al-Qur'an
Didalam al-Qur’an sendiri, kata khosyyah memiliki makna yang sangat bermacam-macam, dengan kata lain bahwa kata khosyyah itu tidak mesti bermakna rasa takut yang timbul karena sikap mengagungkan dan takut akan wibawa sang Pencipta seperti apa yang telah dijelaskan pada definisi diatas. Makna khosyyah bisa berubah sesuai dengan konteks ayatnya. Diantara makna khosyyah adalah:
1.      Bermakna Rasa Takut Akan Kebesaran Allah SWT
a.       Surat Fathir: 28
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (28)
Artinya: "Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". (QS. Fathir: 28)
  Dalam tafsirnya At-Thabari menjelaskan bahwa kata khasyah diatas adalah rasa takut yang dimiliki oleh seseorang karena adanya pengetahuan yang ia miliki. Sedangkan dalam kitab Mafatih Al-Ghaib karya Ar-Razi disebutkan bahwa khasyyah atau rasa takut tersebut dimiliki seseorang berdasarkan keilmuan yang dimilikinya. Hal ini sebagaimana ayat إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ (al-Hujurat:13(yang menerangkan bahwa sebuah karamah (kemuliaan) didapatkan sesuai dengan kadar ketaqwaan yang dimiliki oleh seseorang.
b.      Surat al-Mu'minun: 57
إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (57)
Artinya: " sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan adzab Tuhan mereka” (QS. almu’minun: 57)
Didalam kitab Jami’ al-Bayan, at-Thabari menerangkan bahwa khasyah adalah perasaan takut yang menyebabkan seseorang akan berusaha untuk terus berbuat baik untuk mencapai ridha Allah. Sedangkan dalam kitab Mafatih al-Ghaib diterangkan bahwa khasyah adalah rasa takut yang disertai dengan perasaan lemah, minder dan pesimis terhadap keagungan yang dihadapi. Dikarenakan perasaan takut tersebut maka seseorang akan sebisa mungkin menjauhi hal-hal yang dilarang dan berusaha untuk mencapai ridha Allah.
2.      Bermakna Rasa Takut secara Umum
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا(31)
Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al-Isra': 31)
Menurut al-Thabari, Khasyah pada ayat di atas adalah berarti al-Khauf (rasa takut), خوف إقتار وفقر[3] Yakni rasa takut akan kemiskinan, tidak mampu memberi makan kepada anak-anaknya.
3.      rasa takut yang berlebihan
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا) 77(
Artinya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.
Dalam kitabnya at-Thobari dan ar-Razi mengatakan bahwa kata khasyah yang berada dalam ayat ini adalah rasa takut yang timbul pada hati orang2 munafik yang takut kematian dalam pepearngan. Hal ini dikarenakan mereka masih menikmati indahnya hidup dan menganggap kematian adalah hal yang sangat menakutkan, sehingga mereka takut terhadap musuh-musuh yang memerangi mereka dan bahkan rasa takut mereka lebih besar dari pada rasa takut mereka kepada Allah.
4.      Rasa takut yang menunujukkan kepasrahan pada Allah
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ(150)
Artinya : Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang lalim di antara mereka. Maka janganlah kamu, takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
Pada ayat diatas ar-razi berpendapat bahwa sudah sepatutnya rasa takut itu hanya disandarkan pada Allah bukan kepada mereka –dalam hal ini orang kafir-, karena walau bagaimana pun manusia tidak mempunyai kemampuan apapun dalam melakukan sesuatu kecuali telah dikehendaki oleh Allah.
2.      KHUSR
a.      Pengertian Khusr
Secara etimologi berasal dari kata خسر-يخسر-خسران  yang artinya adalah merugi atau menderita kerugian[4].
Sedangkan dalam kitab Mu’jam Mufradat Li Alfadz Al-Qur’an disebutkan bahwa khusr adalah merugi, yang kemudian dikaitkan dengan kondisi manusia. Kerugian ini bukan hanya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan urusan duniawi manusia, namun juga berkaitan dengan urusan ukhrowi mereka. Jika digunakan dalam kondisi duniawi, maka berarti makna dari khusr disitu adalah kerugian yang diderita manusia dalam hal perdagangan, kekuasaan, dan lain sebagainya. Sedangkan kerugian yang berkaitan dengan urusan ukhrowi manusia adalah kerugian yang disebabkan karena pembangkangan mereka terhadap nilai-nilai agama, yaitu dalam hal keimanan, ganjaran, keselamatan, dan lain sebagainya.
b.      Khusr Dalam Al-Qur’an
Dalam al-qur’an ada 6 ayat yang mengandung kata khusr dengan sekitar 8 kali penyebutan, yaitu :
خسر
5 kali
خسران
2 kali
خسْر
1 kali

c.       Ragam Makna Khusr Dalam Al-Qur’an
Adapun ragam makna khusr dalam al-qur’an adalah sebagai berikut :
1.      Kerugian yang besar
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا (119)
Artinya : Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?
At-thobari berkata bahwa orang yang bersandar dan berlindung dibelakang syetan ia hanya akan mendapati kerugian yang besar. Hal ini tercermin dari pengulangan kata khusr yang dalam bahasa arab biasanya disebut dengan ta'kid. Begitu juga hal yang disampaikan oleh ar-razi bahwa janji syaitan kepada manusi hanyalah sebuah kebohongan belaka, yang oleh karenanya banyak manusia merugi.
2.      Penyesalan
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ (31)
Artinya : Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya.  Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.
Dalam kitabnya ar-razi menggambarkan bahwa manusia telah diberkati oleh Allah dengan bentuk akal, jasmani dan rohani yang sempurna. Dikarenakan hal-hal tersebut, manusia mampu menjadikan hidupnya lebih mudah dan fleksibel. Namu hal itu akan merugikan jika tidak digunakan sebaik-baiknya, apalagi jika manusia tersebut mendustakan ayat-ayatnya. Yaitu dengan gambaran orang yang menanam sesuatu yang tidak mungkin tumbuh, yang ketika manusia itu sudah sampai dipenghujung umurnya ia tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari tanamannya tersebut. Sedangkan menurut at-thobari bahwa merugilah orang yang menggadaikan keimanannya dengan kekafiran. Karena ia tidak akan mendapatkan sedikitpun kemanfaat darinya apalagi kelak ketika ia telah meninggal dan dibangkitkan.
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (45)
10:45. Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat saja di siang hari (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.
Dijelaskan dalam kitab Jami’ al-Bayan bahwa orang-orang kafir ketika tengah dihisab mereka seolah orang yang linglung, masih mengira bahwa mereka sebelumnya masih bercengkrama dengan para sahabat dan kerabatnya dan tidak menyangka bahwa saat itu mereka sudah dihadapkan pada keadilan Allah. Sedangkan dalam kitab Mafatih al-Ghaib juga dijelaskan bahwa keadaan manusia –mu’min maupun kafir- ketika dibangkitkan mereka seolah orang yang baru bangun tidur dan masih merasakan kehangatan bercengkrama antar manusia, bedanya dalam hal ini orang mu’min sudah mempersiapkan liqa’ rabbahu, sedangkan orang kafir menyesal karena tidak mendapat manfaat apapun pada tiap-tiap cengkrama mereka itu. Hal ini disebabkan orang-orang kafir tidak mentadabburi ayat-ayatNya dan malah mendustakannya.
Dari pemaparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya khusr adalah sebuah kerugian yang amat besar yang dipikul oleh seseorang jika ia mendustakan agama Allah dan berpaling dari agama tauhid. Terlebih lagi jika ia tidak beriman hingga ujung waktunya dan menjadikan syaitan sebagai sandarannya.


[1] Ibnu Mandhur, Lisanul Arab,Juz 14 hlm. 228,  CD Room Maktabah Syamilah
[2] Sesuai dengan penghitungan manual penulis pada al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadzil Qur'an
[3] Al-Thabari, Jami'ul Bayan fi Ta'wili Ayi al-Qur'an, juz 17 hlm. 436, Maktabah Syamilah
[4] Aplikasi kamus Arabic versi 2.1

0 comments:

Post a Comment